Menakar Kerentanan Lahan Pertanian di Tengah Laju Pembangunan Kawasan Peri-Urban Colomadu
Oleh: Taufik Setyawan
Kecamatan Colomadu, gerbang pembangunan strategis Solo Raya, menghadapi tekanan kuat konversi lahan pertanian menjadi kawasan urban. Perlu kajian penelitian dengan menganalisis kerentanan dan strategi perlindungan lahan agar pembangunan tetap selaras dengan ketahanan pangan dan keseimbangan ekologis di wilayah peri-urban.

Colomadu: Gerbang Pembangunan yang Menggoda
Kecamatan Colomadu di Kabupaten Karanganyar merupakan kawasan peri-urban strategis yang berbatasan langsung dengan Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo. Keberadaan Gerbang Tol Colomadu dan Bandara Internasional Adi Soemarmo menjadikan wilayah ini sebagai pintu gerbang utama mobilitas dan aktivitas ekonomi regional Solo Raya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2025, jumlah penduduk Colomadu mencapai 76.624 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,58 persen per tahun angka yang cukup tinggi untuk kawasan peri-urban, sekaligus menimbulkan tekanan besar terhadap ruang terbuka terutama lahan pertanian produktif.
Pertanian di Persimpangan: Antara Beton dan Padi
Dalam dekade terakhir, konversi lahan pertanian di Colomadu semakin signifikan. Banyak sawah berubah fungsi menjadi perumahan, gudang, dan pusat usaha. Pembangunan memang meningkatkan nilai ekonomi kawasan, namun mengancam keberlanjutan sistem pangan lokal. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting:
Pertama, Seberapa besar kerentanan lahan pertanian di Colomadu terhadap tekanan pembangunan?.
Kedua, Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap perubahan fungsi lahan?.
Ketiga, Bagaimana strategi menjaga resiliensi pertanian agar tetap eksis di tengah urbanisasi?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggugah perlunya kajian kerentanan lahan pertanian di kawasan peri-urban Colomadu, bukan hanya untuk memetakan tingkat kehilangan lahan, tetapi juga untuk menggali kebijakan yang tepat demi menjaga keseimbangan pembangunan dan ketahanan pangan.
Arah dan Tujuan Kajian: Selaras dengan Agenda Pembangunan Nasional
Kajian ini sejalan dengan Rumah Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, yang menekankan ketahanan pangan nasional dan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Selain itu, kajian mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 2 tentang Zero Hunger, serta Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan kemandirian pangan dan kontrol alih fungsi lahan sebagai prioritas.
Kebijakan dari Kementerian ATR/BPN dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) juga memperkuat pengendalian konversi lahan pertanian di wilayah dengan tekanan pembangunan tinggi. Pendekatan ini penting agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak fungsi ekologis dan sosial lahan pertanian.
Konteks Daerah: Antara Cita dan Realita
Secara regional, pembangunan Karanganyar tercermin dalam RPJPD 2025–2045 dengan visi “Karanganyar Life Center of Nusantara 2045: Maju, Kompetitif, dan Harmoni.” Visi ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keharmonisan sosial. Misi “Sesarengan Mbangun Karanganyar” turut menggarisbawahi integritas, daya saing, dan kesejahteraan.
Dalam konteks tersebut, kontribusi lahan pertanian di Colomadu sebagai kawasan transisi sangat vital untuk menjaga keharmonisan antara pembangunan kota dan kelestarian kawasan desa.
Tujuan dan Manfaat Kajian
Tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis dinamika perubahan lahan serta tingkat tekanan pembangunan terhadap lahan pertanian, menilai tingkat ketahanan dan kemampuan adaptasi petani di kawasan peri-urban, serta merumuskan strategi perlindungan dan pemberdayaan lahan pertanian yang selaras dengan kebijakan nasional dan daerah..
Manfaat kajian ini dirasakan oleh berbagai pihak. Bagi pemerintah, kajian ini menyediakan dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan terkait perlindungan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) dan pengendalian konversi lahan.
Bagi masyarakat dan petani, kajian ini meningkatkan kesadaran serta kapasitas dalam menjaga ruang produktif melalui inovasi seperti urban farming dan pertanian terpadu.
Sementara itu, dunia akademik dan perencana wilayah memperoleh referensi penting sebagai acuan dalam tata kelola ruang yang berkelanjutan di kawasan peri-urban.
Membangun Keseimbangan Baru
Colomadu kini berada di persimpangan antara kemajuan dan keberlanjutan. Pembangunan fisik tidak dapat dihentikan, namun harus diarahkan agar selaras dengan visi kesejahteraan jangka panjang. Melindungi lahan pertanian tidak berarti menolak pembangunan, melainkan menjamin pembangunan berjalan dengan kesadaran ekologis dan sosial.
Menjaga sawah di Colomadu berarti menjaga ruang hidup, keseimbangan lingkungan, dan masa depan ketahanan pangan Solo Raya. Karena pembangunan sesungguhnya bukan hanya tentang infrastruktur gagah, melainkan juga tentang menjaga tanah subur yang memberi kehidupan.
Kesimpulan
Kecamatan Colomadu sebagai gerbang strategis Solo Raya menghadapi tekanan besar alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan urban. Penelitian perlu fokus pada analisis kerentanan lahan dan strategi perlindungan agar pembangunan tetap mendukung ketahanan pangan sekaligus menjaga keseimbangan ekologis di wilayah peri-urban.
(Taufik Setyawan adalah mahasiswa Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang, anggota aktif Ikatan Ahli Perencana (IAP) Jawa Tengah serta praktisi)