PWNU Jateng
Kick Off rangkaian kegiatan Hari Santri 2025 yang berlangsung di kantor PWNU Jateng, Jl Dr Cipto 180 Semarang, Senin (13/10).(BahteraJateng)
|

Tidak Ada Eksploitasi Santri Dalam Pembangunan Pesantren

SEMARANG[BahteraJateng] – Tidak ada eksploitasi santri dengan mempekerjakan mereka sebagai tenaga kasar atau kuli ketika pesantren sedang melakukan aktifitas pembangunan fisik untuk mendukung keberadaan sarana prasarana kegiatan belajar mengajar.

Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Abdul Ghaffar Rozin, mengatakan pelibatan para santri atau peserta didik di lembaga pesantren adalah gotong royong atau populer disebut dengan roan ketika pesantren sedang melakukan pembangunan fisik untuk mendukung kegiatan belajar mengajar atau ngajinya.


“Jenis kerja yang dilakukannya pun tidak berat dan bersifat teknis seperti mengangkat ember kecil yang berisi adonan semen dan pasir, itupun dilakukan bersama-sama, bebannya pun tidak begitu berat,” kata Gus Rozin sebelum Kick Off rangkaian kegiatan Hari Santri 2025 yang berlangsung di kantor PWNU Jateng, Jl Dr Cipto 180 Semarang pada Senin (13/10).

Menurutnya, kegiatan roan merupakan tradisi pesantren yang sudah ada bersamaan dengan hadirnya pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin sejak dulu, kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pembelajaran diri untuk berlatih bertanggung jawab yang kelak bermanfaat ketika santri kembali hidup ditengah-tengah masyarakat.

Lebih lanjutnya, kepada berbagai pihak jangan salah memahami kegiatan roan yang menyamakan dengan praktek eksploitasi santri, apalagi disamakan dengan kuli atau tenaga kerja murah dan kasar, terkait dengan musibah yang terjadi di pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo Jatim hendaknya dijadikan intropeksi atau muhasabah bagi semuanya.

Dia menambahkan, sebelum Kick Off rangkaian kegiatan Hari Santri 2025 yang ditandai dengan khataman Al Qur’an 3.500 kali oleh para penghafal Al Qur’an (Hafidz) dan parade tilawah oleh para qori internasional anggota Jamiyyatul Qurra wal Huffadh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Jateng, PWNU Jateng menggelar rapat pleno yang diikuti seluruh unsur pengurus, yakni mustasyar, syuriyah, tanfidziyah, ketua lembaga dan badan otonom.

Dalam rapat pleno itu, ujarnya dibahas berbagai hal, termasuk pesantren dan pendidikan madrasah diniyah yang kegiatannya terganggu dengan program lima hari sekolah untuk lembaga pendidikan formal.

Kebijakan lima hari sekolah menutup kesempatan peserta didik untuk belajar di madrasah diniyah yang kegiatannya pada siang hingga sore hari.

PWNU Jateng, ujarnya telah mengambil sikap dan berkomunikasi dengan pemerintah agar kebijakan itu ditinjau ulang agar peserta didik berkesempatan mendalami agama melalui proses pembelajaran di lembaga madrasah diniyah baik yang dikelola masyarakat maupun pesantren.

“Alhamdulillah sejumlah pemerintah daerah di Jateng sudah kembali memberlakukan pembelajaran enam hari, sehingga masih ada durasi waktu bagi peserta didik untuk masuk ke madrasah diniyah setelah setelah belajar di lembaga pendidikan formal pada waktu pagi hari,” tuturnya.(day)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *