KUA Sedati Sidoarjo
Pelaksanaan constatering (pencocokan objek sengketa) di Kantor Urusan Agama (KUA) Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berujung ricuh, Rabu (8/10).(Foto Ist)

Constatering di KUA Sedati Ricuh, Beda Data Luas Tanah Picu Ketegangan

SIDOARJO[BahteraJateng] – Pelaksanaan constatering (pencocokan objek sengketa) di Kantor Urusan Agama (KUA) Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berujung ricuh pada Rabu (8/10). Ketegangan muncul akibat perbedaan data luas tanah antara dokumen pengadilan dan catatan resmi Kementerian Agama.

Kegiatan constatering tersebut merupakan tindak lanjut dari Amar Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 298/Pdt.G/2023/PN.Sda, terkait sengketa lahan KUA Sedatigede di Jalan Raya Sedati Gede No. 27.


Namun, pelaksanaannya memunculkan perdebatan tajam antar pihak karena ketidaksesuaian ukuran tanah—380 meter persegi dalam amar putusan, sementara data resmi Kemenag menyebut hanya 297 meter persegi.

Kuasa hukum Termohon Eksekusi, Mohammad Fadzly Al Humam, bersama timnya dari D Ags Law Firm, menyatakan keberatan atas eksekusi tanpa pengukuran ulang.

“Kami hanya ingin memastikan eksekusi dilakukan terhadap objek yang benar. Kalau luas tanah berbeda, tentu harus diklarifikasi dulu,” ujar Fadzly.

Ia menilai, penolakan pengukuran ulang yang dilakukan oleh pihak Kuasa Hukum Pemohon Eksekusi, Wahyu Ongko Wiyono, menghambat kepastian hukum.

“Kalau objeknya sudah sesuai, kenapa menolak pengukuran ulang? Justru itu bisa memastikan eksekusi berjalan sesuai hukum,” tambahnya.

Kuasa hukum Termohon juga menyinggung bahwa tanah yang kini ditempati KUA Sedati merupakan aset negara (Barang Milik Negara) yang dibeli secara sah pada tahun 1972 dari Astinah/Bajuri, dengan luas 297 meter persegi.

Tanah tersebut telah digunakan untuk pelayanan keagamaan sejak 1974 dan menjadi fasilitas publik hingga kini.

Sementara itu, sejumlah warga sekitar turut membenarkan bahwa lahan tersebut dulunya milik Astinah dan Bajuri, bukan milik Kartomo sebagaimana diklaim pihak lain.

“Dulu tanah itu milik Wak Tinah, bukan Pak Kartomo,” kata seorang warga.

Tim hukum Kemenag juga menyoroti adanya dugaan kejanggalan prosedural selama constatering, termasuk penandatanganan berita acara yang dilakukan tertutup tanpa melibatkan pihak termohon.

“Tindakan ini mencederai prinsip keterbukaan dan menimbulkan kecurigaan terhadap objektivitas proses,” ujar Maria Ulfa Desvita Purnaningtyas.

Pihak Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo menegaskan menolak pelaksanaan eksekusi sebelum dilakukan pengukuran ulang resmi oleh BPN. Langkah itu dinilai penting untuk menjamin asas kepastian hukum dan perlindungan terhadap aset negara.

“Eksekusi bukan hanya soal menjalankan putusan, tapi bagaimana menegakkan keadilan dengan cara yang benar dan transparan,” tegas Fadzly.

Sengketa tanah ini sebelumnya telah bergulir hingga tingkat kasasi. Namun pihak Kemenag berencana menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK) guna memastikan perlindungan hukum terhadap aset publik tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *