|

Warga Papua Kembali Datangi Kantor Koperasi BLN di Salatiga, Konflik Lahan Adat Papua Belum Selesai ?

SALATIGA[BahteraJateng] – Puluhan warga Papua mendatangi kantor Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) milik Nicholas Prasetyo di Jalan Merdeka Selatan No. 54, Sidorejo, Salatiga, Rabu, 16 Oktober 2024. Nicholas, seorang pengusaha tambang, diduga terlibat konflik lahan adat di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Jayapura, Papua.

Magel Kobak, perwakilan warga Papua, menyatakan bahwa kedatangan mereka untuk menuntut Nicholas menyelesaikan konflik lahan yang telah berlangsung lama. “Kami ingin Niko bertanggung jawab. Kalau tidak terlibat, kenapa menghindar? Kami datang ke sini agar dia segera menghadiri panggilan Kantor Staf Presiden (KSP) dan menyelesaikan masalah ini,” kata Kobak.


Ia menambahkan bahwa jika Nicholas tidak memenuhi panggilan, warga Papua akan menduduki kantor tersebut hingga ada kejelasan. “Ini panggilan ketiga dari KSP. Jika Niko tetap tidak hadir, kami akan menetap di sini sampai dia datang,” tegas Kobak.

Sebelumnya, warga Papua juga mendatangi Polres Salatiga untuk meminta bantuan agar polisi mendesak Nicholas menghadiri undangan KSP. “Kami berharap Kapolres bisa mengambil langkah tegas demi menjaga keamanan di Salatiga,” ujarnya.

Kapolsek Sidorejo, AKP Sugiyarta, membenarkan kedatangan warga Papua di kantor koperasi BLN. “Mereka menyerahkan surat panggilan KSP kepada staf karena Nicholas tidak berada di tempat,” jelas Sugiyarta, kepada BahteraJateng melalui aplikasi WhatsApp.

KSP Keluarkan Panggilan Ketiga

Deputi 1 Kantor Staf Presiden (KSP), Febry Calvin Tetelepta, menyatakan bahwa panggilan ketiga dikeluarkan untuk Nicholas Prasetyo dan Barnabas Jasa terkait penyelesaian konflik lahan. Pertemuan dijadwalkan berlangsung di Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2024.

“Kami menindaklanjuti konflik lahan terkait pengerusakan hutan adat di Distrik Unurum Guay. Kami berharap kedua pihak hadir langsung dan tidak diwakilkan,” ujar Febry.

Latar Belakang Konflik

Konflik ini bermula ketika Nicholas Prasetyo, melalui perusahaannya, membuka tambang emas di Kampung Sawe Suma pada Februari 2024. Meski awalnya ada kesepakatan bagi hasil dengan ketua adat, perusahaan justru membabat hutan tanpa izin resmi. Hingga kini, kompensasi yang dijanjikan kepada warga belum terealisasi. Warga dan ketua adat menuntut agar Nicholas bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan pelanggaran perjanjian.(sun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *