BEM USM menggelar seminar nasional, Jumat (28/2).(Foto Ist)

Peranan Asas Dominus Litis Kejaksaan dalam RUU KUHAP

SEMARANG[BahteraJateng] – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Semarang (USM) menggelar seminar nasional untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan masyarakat mengenai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta memperkuat peran jaksa sebagai dominus litis dalam sistem peradilan pidana.

Seminar bertajuk “RUU KUHAP dan Optimalisasi Pra Penuntutan: Harmonisasi Kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam Sistem Peradilan Pidana” ini berlangsung di Gedung V Prof. Jr. Joetata Hadihardaja, USM, pada Jumat (28/2).


Acara ini menghadirkan sejumlah pakar hukum, termasuk Prof. Sri Endah Wahyuningsih (Guru Besar Ilmu Hukum UNISULA), Muhammad Junaidi (Wakil Rektor 3 USM), Fathurrahman (Praktisi Hukum), Khusnul Imanuddin (Jaladara Law Firm), Dian Puspitasari (LBH AMAN), dan Husnul Mudhom (Advokat).

Pentingnya Revisi KUHAP

Para narasumber menyoroti berbagai kelemahan dalam KUHAP yang berlaku saat ini. Salah satu permasalahan utama adalah keterbatasan kewenangan jaksa dalam penyidikan.

Prof. Sri Endah Wahyuningsih menjelaskan bahwa di beberapa negara seperti Jerman dan Belanda, jaksa memiliki peran supervisi dalam penyidikan. Sementara di Indonesia, jaksa hanya menerima hasil penyidikan dari kepolisian tanpa bisa mengontrol kualitasnya sejak awal.

“Akibatnya, banyak berkas perkara yang harus bolak-balik diperbaiki karena tidak memenuhi standar formil dan materiil yang diperlukan dalam proses penuntutan,” ujarnya.

Dian Puspitasari menambahkan bahwa ego sektoral antara kepolisian dan kejaksaan sering menghambat efektivitas sistem peradilan pidana.

Perbedaan persepsi antara penyidik dan penuntut umum dalam menilai alat bukti dan unsur pidana menyebabkan penegakan hukum berjalan lambat dan tidak efektif.

“Jaksa sering menganggap penyidikan kurang berkualitas, sementara kepolisian menilai jaksa terlalu formalistik dalam menilai berkas perkara. Ketidaksepahaman ini menjadi salah satu kendala utama dalam sistem peradilan kita,” jelasnya.

Peran Dominus Litis dan Solusi yang Ditawarkan

Salah satu isu utama yang dibahas dalam seminar ini adalah peran jaksa sebagai dominus litis, yakni pihak yang memiliki kendali penuh atas kelanjutan suatu perkara pidana. Namun, pemahaman masyarakat mengenai hal ini masih minim.

“Banyak yang menganggap jaksa hanya meneruskan hasil penyidikan polisi, padahal jaksa memiliki kewenangan besar dalam menentukan apakah suatu perkara dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan atau tidak,” ungkap Fathurrahman.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Khusnul Imanuddin mengusulkan beberapa solusi konkret. Di antaranya adalah penerapan asas diferensiasi fungsional yang lebih fleksibel, memperkuat peran jaksa dalam penyidikan, serta menyusun pedoman dan standar yang jelas dalam penggunaan kewenangan, terutama dalam penerapan restorative justice.

“Perlu regulasi yang ketat dan transparan agar kewenangan ini tidak disalahgunakan. Jika diterapkan dengan benar, sistem ini bisa meningkatkan efisiensi proses hukum dan mengurangi penyalahgunaan wewenang,” tambahnya.

Apresiasi dan Harapan ke Depan

Seminar ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, termasuk jajaran birokrasi kampus. Wakil Rektor 3 Universitas Semarang, Muhammad Junaidi, menilai diskusi ini memberikan kontribusi besar dalam upaya reformasi hukum di Indonesia.

“Kami sangat mengapresiasi acara ini karena membahas secara komprehensif isu-isu penting dalam RUU KUHAP. Mahasiswa dan masyarakat jadi lebih memahami pentingnya peran jaksa serta perlunya revisi KUHAP untuk memperkuat sistem hukum kita,” ujarnya.

Ketua BEM USM, Nurannisa, juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para narasumber dan seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini.

“Kami berharap seminar ini dapat memberikan wawasan baru bagi peserta dan menjadi awal dari diskusi-diskusi lanjutan yang lebih mendalam mengenai sistem peradilan pidana di Indonesia,” katanya.

Seminar nasional ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum. Mereka tampak antusias dalam mendiskusikan isu-isu terkini dalam hukum pidana serta menyampaikan berbagai pertanyaan dan pendapat kepada para narasumber.

Diharapkan, seminar ini menjadi langkah awal dalam memperkuat keterlibatan akademisi dalam mendukung pembaruan sistem hukum di Indonesia serta mendorong lahirnya kebijakan yang lebih baik dalam revisi KUHAP ke depan.(sun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *