|

Perjuangan Petani Tebu Blora Usai PT GMM Bulog Hentikan Giling Secara Sepihak

BLORA[BahteraJateng] – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Blora terus memperjuangkan nasib petani tebu yang terdampak pemberhentian proses giling tahun 2025 oleh PT Gendhis Multi Manis (GMM) Bulog secara mendadak dan sepihak. Keputusan tersebut menyebabkan ribuan hektare tebu petani belum sempat ditebang.

Ketua APTRI Blora, Sunoto, menyebut berbagai langkah telah ditempuh untuk mencari solusi, mulai dari beraudiensi dengan Bupati Blora Arief Rohman, Ketua DPRD Mustopa, Wakil Ketua DPRD Lanova Chandra Tirtaka, hingga pertemuan dengan Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita di ruang sidang DPRD Blora pada Senin (20/10).


Namun, Sunoto menilai upaya tersebut belum membuahkan hasil yang menggembirakan.

“Dari berbagai ikhtiar tersebut belum ada solusi nyata bagi para petani tebu. Harapan kami masih sebatas angan,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan tersebut, para pengurus dan petani menyampaikan sejumlah tuntutan dan kritik terhadap manajemen PT GMM Bulog. Pertama, APTRI meminta evaluasi menyeluruh atas kinerja manajemen PT GMM Bulog yang dinilai terus merugi sejak mengambil alih pengelolaan pabrik gula. Sekitar 1.500 hektare tebu milik petani dikabarkan belum tertebang akibat penghentian giling.

Sejumlah petani juga menyoroti alasan kerusakan boiler yang dijadikan dasar penghentian operasi pabrik. Darmadi, salah satu petani, meminta agar peralatan pabrik diperbaiki total agar kejadian serupa tidak terulang.

Petani lain, Pardiman, mendesak agar manajemen pabrik membeli tebu yang belum tertebang sebagai bentuk tanggung jawab kemitraan, bukan menyerahkannya kepada pihak lain yang bermodal besar.

Sementara Wahyuningsih, mantan Kabag Tanaman PG GMM, menuturkan kesulitannya saat mencoba membantu membeli tebu petani.

Ia bahkan harus menanggung kerugian karena banyak pengeluaran di luar kalkulasi teknis. Dengan nada haru, ia berharap ada perhatian pemerintah pusat.

“Mohon Pak Prabowo beli tebu kami, karena kami butuh solusi, bukan janji,” ujarnya disambut tepuk tangan petani.

Kritik tajam juga datang dari Agus Joko Susilo, mantan kepala desa Nglaroh, yang mempertanyakan seringnya kerusakan mesin dan rendahnya rendemen sejak pabrik dikelola PT GMM Bulog.

Hal senada disampaikan Anton Sudibyo, Sekretaris APTRI, yang menilai pengelolaan pabrik belum profesional dan cenderung merugikan petani.

Jika tak ada langkah penyelesaian, APTRI Blora berencana menggelar aksi besar menuntut kejelasan nasib petani tebu dan pembayaran atas tebu yang belum tertebang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *