Pengelolaan Sampah di Kota Semarang Butuh Pendekatan Menyeluruh

Oleh Gunoto Saparie

Pengelolaan sampah menjadi salah satu tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan di Kota Semarang. Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi menyebabkan volume sampah terus bertambah, menuntut sistem pengelolaan yang lebih efektif dan terintegrasi.


Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Semarang tengah merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.

Revisi ini bertujuan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan nasional, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan PP Nomor 81 Tahun 2012, serta mengakomodasi pendekatan baru dalam pengelolaan sampah.

Salah satu pendekatan penting yang ditekankan dalam revisi perda adalah tanggung jawab produsen terhadap produk pascakonsumsi atau extended producer responsibility (EPR). Kebijakan ini penting agar beban pengelolaan sampah tidak hanya ditanggung pemerintah dan masyarakat, tetapi juga sektor industri.

Pengelolaan sampah dilakukan dari hulu ke hilir. Di tingkat hulu, upaya dilakukan melalui edukasi masyarakat tentang pemilahan sampah, pengembangan bank sampah, serta program kampung iklim dan kampung zero waste. Tujuannya adalah mengurangi timbulan sampah sejak dari sumbernya.

Pada tahap tengah, Pemkot Semarang memperbaiki sistem pengangkutan dan pengolahan sampah dengan membangun Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) serta meningkatkan kapasitas armada pengangkut. Namun, masih ada tantangan dalam sinkronisasi antarinstansi dan keterbatasan infrastruktur di beberapa wilayah.

Sementara itu, di tahap hilir, pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan pada TPA (tempat pemrosesan akhir) melalui pengolahan sampah berbasis teknologi, seperti komposting, biodigester, dan pembangkit listrik tenaga sampah (waste to energy). TPA Jatibarang kini dalam proses peningkatan kapasitas dengan dukungan dari lembaga donor dan pihak swasta.

Transformasi pengelolaan sampah di Kota Semarang menuntut sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Revisi perda menjadi kunci untuk menyelaraskan kebijakan lokal dengan arah pembangunan nasional dan global demi menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *