Lukmanul Hakim
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN, Lukmanul Hakim.(Dok DPRD Jakarta)

Bang Lukman: Menimpakan Kesalahan Bencana Sumatera kepada Seseorang Wujud Brutalisasi Politik

JAKARTA[BahteraJateng] – Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN, Lukmanul Hakim atau bang Lukman, menilai upaya menimpakan kesalahan bencana hidrometeorologi di Sumatera kepada Zulkifli Hasan merupakan tindakan brutal dan tidak adil.

Ia menyebut narasi yang berkembang di ruang digital tersebut sebagai bentuk “brutalisasi politik” yang berbahaya bagi kehidupan berdemokrasi.

“Ini bukan hanya mencemaskan, tapi mengerikan. Menjadikan seorang pejabat publik sebagai kambing hitam tanpa proses yang benar adalah tindakan zalim,” ujar bang Lukman pada Senin (8/12).

Menurutnya, ruang komunikasi publik kini menunjukkan gejala tidak sehat, ketika bencana alam dikaitkan dengan kebijakan seorang pejabat tanpa didukung proses investigasi resmi.

Ia mengingatkan bahwa hal semacam itu berpotensi menjadi tradisi buruk sebagai bentuk “balas dendam politik”.

“Boleh saja meminta pertanggungjawaban pejabat publik, tapi melalui mekanisme yang benar. Jangan memakai potongan cerita lalu membuat vonis sepihak,” tegasnya.

Lukman menilai apa yang terjadi kepada Zulkifli Hasan—yang saat ini menjabat Ketua Umum PAN dan Menko Pangan di Kabinet Merah-Putih—merupakan penghakiman di ruang publik melalui konten-konten tendensius.

Ia meminta masyarakat menunggu hasil penyelidikan resmi dan tidak terburu-buru mempercayai narasi yang belum jelas dasarnya.

Ia juga mengajak publik melihat konteks kebijakan yang diambil Zulkifli Hasan saat menjabat Menteri Kehutanan pada 2009–2014.

Berdasarkan penjelasan mantan Sekjen Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto, pelepasan 1,6 juta hektare kawasan hutan di Riau saat itu bukan untuk perkebunan sawit, melainkan penataan tata ruang, pemukiman, fasilitas umum, dan kepastian hukum warga.

Keputusan tersebut tertuang dalam SK Menhut Nomor 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014.

Lukman menegaskan bahwa kebijakan perubahan peruntukan kawasan hutan bukan hal baru, melainkan proses panjang lintas pemerintahan.

“Kalau seluruh proses itu ditimpakan kepada satu orang, jelas berlebihan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *