|

Kematian Dari Sel ke Organisme

Oleh: Dr. dr. Eko Setiawan Sp.B, FINACS

Tulisan ini ditulis dalam penerbangan Jakarta-Tokyo yang panjang.

“Kematian adalah perpisahan bagi mereka yang mencintai dengan matanya sementara yang mencintai dengan hatinya tidak ada perpisahan” itulah potongan kalimat rumi yang menggambarkan bahwa kefanaan itu hanyalah sementara dan bersifat materi, sementara keabadian itu ada pada jiwa dan rasa.

Saya sedang menulis bukan sebagai ahli agama tapi hanyalah perenungan dari bidang keilmuan yang saya tekuni, biologi dan kedokteran. Biologi sepenuhnya bukanlah ilmu eksata melainkan ilmu pengamatan dari makhluk hidup, dengan membawa kompleksitas yang ada disajikan dalam konsep sederhana yang mudah dipahami.

Demikian juga ketika berbicara tentang kematian dari sudut pandang sains. Kematian menurut dokter adalah berhentinya sistem kardiorespirasi yaitu jantung dan pernafasan disertai dengan tidak ada nya respon dari batang otak, sehingga disimpulkan bahwa telah terjadi kematian secara hukum.

Tapi ilmu biologi lebih dalam lagi melihat kenapa ada kematian pada level sel dan terjadi shut down pada satu individu.

Telomer yang merupakan suatu ujung kromosom diyakini merupakan baterai lifetime pada intisel. Dia seperti jam pasir yang terus menerus berkurang dan pada suatu waktu akan habis. Cepat atau lambatnya jam pasir ini akan habis dan boom dengan kematian.

Keyakinan para ahli biologi ini menjadikan pencarian dan bisnis antiaging sebagai upaya menunda kematian alami dilakukan secara jor joran dan brutal. Ketakutan dijual dan menghasilkan cuan yang melimpah. Tapi muncullah pertanyaan apakah kita dapat memperpanjang telomer dalam kromosom tersebut. Kegaiban dan sulitnya pemeriksaan untuk memastikan panjang telomer dalam tubuh memungkinkan para pelaku bisnis dan industri bermain pada ranah plasebo.

Efek plasebo yang merupakan manipulasi psikologi tentang keyakinan bahwa obat X bisa memperpanjang telomer. Tapi kejujuran sains tidak ada satupun yang mengklaim elongasi usia sel dapat terjadi.

Dari sudut pandang lain, kita terlahir dengan keberlimpahan pada tingkat sel. Dibekali dengan banyak stem sel disemua sel kita yang memungkinkan kita tumbuh dan memperbaiki sel yang rusak. Tapi keberlimpahan itu berbatas. Stem sel dan onderdil yang kita miliki makin lama akan makin aus dan komponen cadangan stem sel untuk memperbaiki itu habis dan saat itulah keausan pada level sel menjadi masalah pada sistem organ dan fungsi tubuh. Itulah yang kita sebut dengan penuaan atau aging.

Dari dua sudut pandang telomer dan aging tersebut sepertinya kita memang berjalan mendekati kematian pada level sel. Barangkali kita hanya bisa memperlambat habis nya jam pasir atau mungkinkah kita bisa memfreeze proses tersebut?

Tentu kematian yang saya maksud disini adalah dari aspek naturalis. Karena kematian bisa terjadi dengan sebab apapun dan kapanpun. Saya sedang menulis dari ketinggian 30 ribu kaki diatas samudra pasifik. Jika terjadi masalah pada mesin pesawat maka probabilitas keselamatan hampir mendekati nol. Karena itu kematian itu akan selalu menjadi misteri sedemikian juga dengan kehidupan. Itu adalah kuasa dari Al-Hayyu AlQayyum.

(Dr. dr. Eko Setiawan Sp.B, FINACS adalah peneliti dibidang stem sel dan regenerasi)

4 Comments

  1. MasyaaAllah…tulisan dokter sangat menggugah sekali baik itu dari segi biologi molekuler,sains,filsafat dan agama
    Walaupun kematian sel bisa di prediksi ttpi kematian sesungguhnya kapan dan di mana tetap menjadi rahasia Ilahi Robbi.Semoga dengan ilmu yg saya dapat dari dr.Eko menambah keimanan, keyakinan akan kuasanya Allah ajawala dan keberkahan.Selamat sampai di tujuan dr.Eko dan kembali ke tanah air dgn selamat membawa kabar ilmu yg baru dan bermanfaat,barakallahu fiik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *